Renungan di Hari Ulang Tahun

Renungan di Hari Ulang Tahun ...

PERJUANGAN
panjang bangsa Indonesia mengarungi kemerdekaan sudah melewati setengah abab. 64 tahun peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia bukanlah masa yang pendek. Namun masa itu juga belum ada apa-apanya dengan beratnya para pahlawan yang dahulu memeras keringat dan darah selama lebih dari 300 tahun di bawah kangkangan para bangsa kolonial tak beradab.

Ironisnya, ketercapaian alam merdeka di negeri ini hanya berlangsung sesaat. Kegembiraan yang pernah dirasakan oleh para pendahulu kita, ternyata seusia jagung belaka. Tumbuh, berbuah, dan mati seiring roda generasi. Generasi yang yang sesungguhnya semu belaka, dan kehadirannya justru melebihi kekejaman para penjajah Belanda, Inggris, Portugis maupun Jepang yang pernah menginjak-injak martabat anak negeri demi mengusung kekayaan bumi tercinta kita ini.

Apa sebabnya? Karena sekarang penjajah-penjajah itu menjelma di segala kehidupan berbangsa Indonesia. Kekejamannya malah melebihi Dajjal yang diperkirakan nanti menjelang akan hadir pada hari akhir. Kerakusannya mengalahkan Qoruun yang sampai tak mampu membawa kunci-kunci gudang kekayaannya. Caranya pun sangat licik dan tak beradap sama sekali. Karena tampangnya bisa saja sangat mulia, namun kedoknya adalah untuk menutupi untitan korupsi yang dikantonginya melalui celah-celah jabatan dan kesempatan yang dia punya.

Kini, penjajah itu tidak datang dari negeri seberang. Tapi dari dan oleh anak bumi pertiwi sendiri. Mereka menjual aset rakyat yang dia namakan go public. Sahamnya pun diatas namakan anak-istri, teman dan kerabat dekat biar dapat mengelabui penarikan kembali kekayaan yang sejatinya bukan miliknya. Bukan hanya pejabat negeri, tetapi hal itu juga berlaku bagi siapa saja, termasuk para status mulia seperti kiai dan para guru.

Kiai tak lagi peduli terhadap santrinya karena sibuk mengurusi parpol yang dibinanya. Guru dengan alih-alih kurangnya penghasilan memilih untuk mengeskploitasi pendidikan sehingga apa saja yang berkaitan dengan pendidikan menjadi sangat mahal. Belum lagi bisnis sampingan jualan lembar LKS yang setiap bulan dibonusi Magic Jar, Kipas Angin, atau prabot rumah tangga lainnya oleh para penerbit karbitan.

Sungguh komplit sekali penderitaan negeri ini. Keindahan dan kekayaan yang dulu pernah diakui bangsa lain, kini hanya sejarah. Karena rangking negeri ini selalu terjerembab dalam kegagalan-kegagalan di antara kegagalan bangsa lain. Tetes-tetes prestasi pun seakan sirna, karena kecongkakan dan ketamakan yang tak pernah usai. Oleh sebab itu, meski setiap tahun anak-anak negeri membawa pulang pundi-pundi emas keberhasilan, implementasinya kebanyakan NOL.

Kini, 64 tahun negeri ini merdeka, apa kita masih seperti itu. Bila kita semua sadar sebagai generasi bangsa, pasti tak akan rela. Untuk itu, mari kita tengok kembali diri kita sendiri, keluarga dan kerabat serta sahabat terdekat. Peringati mereka agar tidak tersesat langkah. Dirgahayu Republik Indonesia-ku. Jayalah selalu negeriku…!

(arohman)

0 komentar:

Posting Komentar