Penilaian

* PENILAIAN

A. Konsep Dasar Evaluasi Belajar

1. Pengertian Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi

Wiersma dan Jurs membedakan antara evaluasi, pengukuran dan testing.

Mereka berpendapat bahwa evaluasi adalah suatu proses yang mencakup pengukuran dan mungkin juga testing, yang juga berisi pengambilan keputusan tentang nilai. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Arikunto yang menyatakan bahwa evaluasi merupakan kegiatan mengukur dan menilai.

Kedua pendapat di atas secara implisit menyatakan bahwa evaluasi memiliki cakupan yang lebih luas daripada pengukuran dan testing.
Ralph W. Tyler, yang dikutif oleh Brinkerhoff dkk. Mendefinisikan evaluasi sedikit berbeda. Ia menyatakan bahwa evaluation as the process of determining to what extent the educational objectives are actually being realized. Sementara Daniel Stufflebeam (1971) yang dikutip oleh Nana Syaodih S., menyatakan bahwa evaluation is the process of delinating, obtaining and providing useful information for judging decision alternatif.

Demikian juga dengan Michael Scriven (1969) menyatakan evaluation is an observed value compared to some standard. Beberapa definisi terakhir ini menyoroti evaluasi sebagai sarana untuk mendapatkan informasi yang diperoleh dari proses pengumpulan dan pengolahan data.

Sementara itu Asmawi Zainul dan Noehi Nasution mengartikan pengukuran sebagai pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau obyek tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas, sedangkan penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan tes maupun nontes. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Suharsimi Arikunto yang membedakan antara pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Arikunto menyatakan bahwa mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran.

Pengukuran bersifat kuantitatif. Sedangkan menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif. Hasil pengukuran yang bersifat kuantitatif juga dikemukakan oleh Norman E. Gronlund (1971) yang menyatakan “Measurement is limited to quantitative descriptions of pupil behavior”

Pengertian penilaian yang ditekankan pada penentuan nilai suatu obyek juga dikemukakan oleh Nana Sudjana. Ia menyatakan bahwa penilaian adalah proses menentukan nilai suatu obyek dengan menggunakan ukuran atau kriteria tertentu, seperti Baik , Sedang, Jelek. Seperti juga halnya yang dikemukakan oleh Richard H. Lindeman (1967) “The assignment of one or a set of numbers to each of a set of person or objects according to certain established rules”.

2. Tujuan Evaluasi

Sebagaimana diuraikan pada bagian terdahulu bahwa evaluasi

dilaksanakan dengan berbagai tujuan. Khusus terkait dengan pembelajaran, evaluasi dilaksanakan dengan tujuan:

1. Mendeskripsikan kemampuan belajar siswa.

2. Mengetahui tingkat keberhasilan PBM

3. Menentukan tindak lanjut hasil penilaian

4. Memberikan pertanggung jawaban (accountability)

3. Fungsi Evaluasi

Sejalan dengan tujuan evaluasi di atas, evaluasi yang dilakukan juga memiliki banyak fungsi, diantaranya adalah fungsi:

1. Selektif

2. Diagnostik

3. Penempatan

4. Pengukur keberhasilan

Selain keempat fungsi di atas Asmawi Zainul dan Noehi Nasution menyatakan masih ada fungsi-fungsi lain dari evaluasi pembelajaran, yaitu fungsi:

1. Remedial

2. Umpan balik

3. Memotivasi dan membimbing anak

4. Perbaikan kurikulum dan program pendidikan

5. Pengembangan ilmu

4. Manfaat Evaluasi

Secara umum manfaat yang dapat diambil dari kegiatan evaluasi

dalam pembelajaran, yaitu :

1. Memahami sesuatu : mahasiswa (entry behavior, motivasi, dll), sarana dan prasarana, dan kondisi dosen

2. Membuat keputusan : kelanjutan program, penanganan “masalah”, dll

3. Meningkatkan kualitas PBM : komponen-komponen PBM
Sementara secara lebih khusus evaluasi akan memberi manfaat bagi pihak-pihak yang terkait dengan pembelajaran, seperti siswa, guru, dan kepala sekolah.

Bagi Siswa :
Mengetahui tingkat pencapaian tujuan pembelajaran : Memuaskan atau tidak memuaskan

Bagi Guru :

1. mendeteksi siswa yang telah dan belum menguasai tujuan : melanjutkan, remedial atau pengayaan

2. ketepatan materi yang diberikan : jenis, lingkup, tingkat kesulitan, dll.

3. ketepatan metode yang digunakan

Bagi Sekolah :

1. hasil belajar cermin kualitas sekolah

2. membuat program sekolah

3. pemenuhan standar

5. Macam-macam Evaluasi

1. Formatif
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir pembahasan suatu pokok bahasan / topik, dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauh manakah suatu proses pembelajaran telah berjalan sebagaimana yang direncanakan.

2. Sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir satu satuan waktu yang didalamnya tercakup lebih dari satu pokok bahasan, dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana peserta didik telah dapat berpindah dari suatu unit ke unit berikutnya.

3. Diagnostik
Evaluasi diagnostik adalah evaluasi yang digunakan untuk mengetahui kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada siswa sehingga dapat diberikan perlakuan yang tepat. Evaluasi diagnostik dapat dilakukan dalam beberapa tahapan, baik pada tahap awal, selama proses, maupun akhir pembelajaran.

Fungsinya mengelompokkan siswa berdasarkan kemampuannya
menentukan kesulitan belajar yang dialami Umpan balik bagi siswa, guru maupun program untuk menilai pelaksanaan suatu unit program Memberi tanda telah mengikuti suatu program, dan menentukan posisi kemampuan siswa dibandingkan dengan anggota kelompoknya

6. Prinsip Evaluasi

Terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakan evaluasi, agar mendapat informasi yang akurat, diantaranya:

1. Dirancang secara jelas abilitas yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilaian, dan interpretasi patokan : Kurikulum/silabi.àhasil penilaian.

2. Penilaian hasil belajar menjadi bagian integral dalam proses belajar mengajar.

3. Agar hasil penilaian obyektif, gunakan berbagai alat penilaian dan sifatnya komprehensif.

4. Hasilnya hendaknya diikuti tindak lanjut.

Prinsip lain yang dikemukakan oleh Ngalim Purwanto adalah:

1. Penilaian hendaknya didasarkan pada hasil pengukuran yang komprehensif.

2. Harus dibedakan antara penskoran (scoring) dengan penilaian (grading)

3. Hendaknya disadari betul tujuan penggunaan pendekatan penilaian (PAP dan PAN)

4. Penilaian hendaknya merupakan bagian integral dalam proses belajar mengajar.

5. Penilaian harus bersifat komparabel.

6. Sistem penilaian yang digunakan hendaknya jelas bagi siswa dan guru.

7. Pendekatan Evaluasi

Ada dua jenis pendekatan penilaian yang dapat digunakan untuk menafsirkan sekor menjadi nilai. Kedua pendekatan ini memiliki tujuan, proses, standar dan juga akan menghasilkan nilai yang berbeda. Karena itulah pemilihan dengan tepat pendekatan yang akan digunakan menjadi penting. Kedua pendekatan itu adalah Pendekatan Acuan Norma (PAN) dan Pendekatan Acuan Patokan (PAP).

Sejalan dengan uraian di atas, Glaser (1963) yang dikutip oleh W. James Popham menyatakan bahwa terdapat dua strategi pengukuran yang mengarah pada dua perbedaan tujuan substansial, yaitu pengukuran acuan norma (NRM) yang berusaha menetapkan status relatif, dan pengukuran acuan kriteria (CRM) yang berusaha menetapkan status absolut. Sejalan dengan pendapat Glaser, Wiersma menyatakan norm-referenced interpretation is a relative interpretation based on an individual’s position with respect to some group. Glaser menggunakan konsep pengukuran acuan norma (Norm Reference Measurement / NRM) untuk menggambarkan tes prestasi siswa dengan menekankan pada tingkat ketajaman suatu pemahaman relatif siswa. Sedangkan untuk mengukur tes yang mengidentifikasi ketuntasan / ketidaktuntasan absolut siswa atas perilaku spesifik, menggunakan konsep pengukuran acuan kriteria (Criterion Reference Measurement).

1. Penilaian Acuan Patokan (PAP), Criterion Reference Test (CRT)
Tujuan penggunaan tes acuan patokan berfokus pada kelompok perilaku siswa yang khusus. Joesmani menyebutnya dengan didasarkan pada kriteria atau standard khusus. Dimaksudkan untuk mendapat gambaran yang jelas tentang performan peserta tes dengan tanpa memperhatikan bagaimana performan tersebut dibandingkan dengan performan yang lain. Dengan kata lain tes acuan kriteria digunakan untuk menyeleksi (secara pasti) status individual berkenaan dengan (mengenai) domain perilaku yang ditetapkan / dirumuskan dengan baik.
Pada pendekatan acuan patokan, standar performan yang digunakan adalah standar absolut. Semiawan menyebutnya sebagai standar mutu yang mutlak. Criterion-referenced interpretation is an absolut rather than relative interpetation, referenced to a defined body of learner behaviors. Dalam standar ini penentuan tingkatan (grade) didasarkan pada sekor-sekor yang telah ditetapkan sebelumnya dalam bentuk persentase. Untuk mendapatkan nilai A atau B, seorang siswa harus mendapatkan sekor tertentu sesuai dengan batas yang telah ditetapkan tanpa terpengaruh oleh performan (sekor) yang diperoleh siswa lain dalam kelasnya. Salah satu kelemahan dalam menggunakan standar absolut adalah sekor siswa bergantung pada tingkat kesulitan tes yang mereka terima. Artinya apabila tes yang diterima siswa mudah akan sangat mungkin para siswa mendapatkan nilai A atau B, dan sebaliknya apabila tes tersebut terlalu sulit untuk diselesaikan, maka kemungkinan untuk mendapat nilai A atau B menjadi sangat kecil. Namun kelemahan ini dapat diatasi dengan memperhatikan secara ketat tujuan yang akan diukur tingkat pencapaiannya.

2. Penilaian Acuan Norma (PAN), Norm Reference Test (NRT)
Tujuan penggunaan tes acuan norma biasanya lebih umum dan komprehensif dan meliputi suatu bidang isi dan tugas belajar yang besar. Tes acuan norma dimaksudkan untuk mengetahui status peserta tes dalam hubungannya dengan performans kelompok peserta yang lain yang telah mengikuti tes. Tes acuan kriteria Perbedaan lain yang mendasar antara pendekatan acuan norma dan pendekatan acuan patokan adalah pada standar performan yang digunakan.
Pada pendekatan acuan norma standar performan yang digunakan bersifat relatif. Artinya tingkat performan seorang siswa ditetapkan berdasarkan pada posisi relatif dalam kelompoknya; Tinggi rendahnya performan seorang siswa sangat bergantung pada kondisi performan kelompoknya. Dengan kata lain standar pengukuran yang digunakan ialah norma kelompok. Salah satu keuntungan dari standar relatif ini adalah penempatan sekor (performan) siswa dilakukan tanpa memandang kesulitan suatu tes secara teliti. ( Nana Sudjana,1975)

Model penilaian pada Kurikulum 2004 berbeda dari kurikulum sebelumnya yang berpedoman pada acuan normatif, yaitu dengan ukuran yang berupa angka-angka, artinya ukuran keberhasilan siswa ditentukan dengan ukuran yang berupa angka (kuantitatif).

Sebaliknya berdasarkan Kurikulum 2004, penilaian berpedoman pada acuan kriteria atau patokan yang memiliki asumsi bahwa semua siswa dapat belajar apa saja namun hanya jumlah waktu yang dibutuhkan yang berbeda (bersifat kualitatif). Dengan demikian, keputusan penilaian bukan hanya berdasarkan hasil pengukuran, melainkan hasil pengamatan (Depdiknas: 2004).

Penilaian model ini disebut pula sebagai penilaian berbasis kelas, yaitu proses pengumpulan, pelaporan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa dengan menerapkan prinsip-prinsip penilaian berkelanjutan, bukti-bukti autentik akurat, dan konsisten sebagai akuntabilitas publik.

Konsekuensi penilaian dengan acuan kriteria yaitu adanya program remidi atau pembelajaran ulang atau sering disebut program perbaikan, terutama bagi siswa yang belum mencapai kriteria keberhasilan. Jika penilaian yang dimaksud adalah penilaian formatif, siswa dikatakan tuntas belajar bila mencapai nilai 75. Bila siswa belum memperoleh nilai minimal, berarti belum menguasai kompetensi dasar sehingga harus diadakan remidi.

Itulah sebabnya penguasaan kompetensi dasar tiap-tiap sekolah berbeda, tetapi tuntas belajar yang diharapkan oleh kurikulum tetap 75. Dengan demikian, KBK sebenarnya tidak mengenal siswa yang tinggal kelas. Perlu digarisbawahi bahwa penilaian terhadap siswa haruslah memenuhi kaidah tujuan pembelajaran yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan) sesuai dengan taksanomi Bloom.


*Catetan Pangangguran ...............

Bandung 30 Oktober 2009

Saatos rengse meresan padamelan nu tos baku ... asana teh karesel upami teu ngoprek ... pangangguran klak ... klik di internet manawi aya nu aneh ...

Hasilna ... Alhamdulillah kenging sababaraha bewara nu saur abdi mah lumayan tambi kesel bari jeung nambihan luang ... Etang – etang ngabangbrangkeun kakesel dumeh awak karaosna asa teu pati sehat (pami jalmi mah gering panginten... naha naon atuh???? He ... he ...)

Diantara nu kapendak teh pangangguran deui wae ... di catet manawi aya manfaatna ... Nyanggakeun hasil catetan pangangguran ... di dieu!

Khusus Kanggo Urang Sunda Nu Bade Milarian Bewara Sunda ... Nyucruk Warisan Karuhun!!!

  1. Majalah Mangle On Line KLIK di dieu!
  2. Balebat KLIK di dieu!
  3. Purba Galuh KLIK di dieu!
  4. Daluang KLIK di dieu!
  5. Salaka On Line KLIK di dieu!
  6. Cupumanik KLIK di dieu!

Alamat Majalah / Koran

  1. Kompas .Com KLIK di dieu!
  2. Pikiran Rakyat KLIK di dieu!
  3. Suara Pembaharuan KLIK di dieu!
  4. Liputan 6 KLIK di dieu!
  5. Detik.Com KLIK di dieu!
  6. Seputar Indonesia KLIK di dieu!
  7. Media Indonesia KLIK di dieu!
  8. Majalah Teras KLIK di dieu!
  9. Pos Kota KLIK di dieu!
  10. Sinar Harapan KLIK di dieu!
  11. Tribun Jabar KLIK di dieu!
  12. Kopi Net KLIK di dieu!
  13. Majalah Tempo One Line KLIK di dieu!
  14. Majalah Asy Syariah One Line KLIK di dieu!
  15. Majalah Femina KLIK di dieu!
  16. Majalah Kesehatan KLIK di dieu!
  17. Majalah Pertanian Trubus KLIK di dieu!

Website TV

  1. Website ANTV KLIK di dieu!
  2. Website Indo Siar KLIK di dieu!
  3. Website Metro KLIK di dieu!
  4. Website PJTV KLIK di dieu!
  5. Website RCTI KLIK di dieu!
  6. Website SCTV KLIK di dieu!
  7. Website TPI KLIK di dieu!
  8. Website Trans 7 KLIK di dieu!
  9. Website TV One KLIK di dieu!
  10. Website Trans TV KLIK di dieu!

Berpikir Kritis dapat diasumsikan sebagai proses kognisi dalam usaha untuk memperoleh pengetahuan. Berpikir merupakan kapabilitas atau kemampuan yang dapat dipelajari. Fisher (dalam Euis,2007)) mendeskripsikan bahwa paling sedikit tiga aspek penting keterampilan berpikir, yaitu berpikir kritis, berpikir kreatif, dan problem solving. Ketiga aspek tersebut saling berkomplementer tetapi saling berhubungan. Problem solving perlu penemuan masalah dan pertanyaan-pertanyaan untuk menyelidiki (berpikir kreatif) dan mengevaluasi solusi yang diusulkan (berpikir kritis). Bepikir kritis perlu mengorganisasi keterampilan berpikir seseorang ke dalam suatu kombinasi sebagai alat kerja (berpikir kreatif). Pada akhirnya berpikir kreatif perlu berpikir kritis. Problem solving mungkin berupa penyelidikan kreatif, yaitu berhubungan dengan penyelidikan untuk menemukan solusi masalah-masalah open-ended, menggunakan berpikir divergen dalam menyelesaikan masalah, dan lain-lain.

Dalam usaha meningkatkan kemampuan berpikir kritis, maka harus memperhatikan fase-fase kemampuan berpikir kritis. Selanjutnya akan diuraikan fase-fase kemampuan berpikir kritis menurut beberapa ahli.

Brookfield (dalam Euis,2007)) mengidentifikasi lima fase berpikir kritis, yaitu: (1) Trigger event (cepat tanggap terhadap peristiwa), yaitu pengenalan suatu peristiwa tak terduga yang mengakibatkan terjadinya konflik kognisi internal, (2) Appraisal (penaksiran), yaitu menilai situasi dan mulai bekerja secara teliti, menghadapi peristiwa tak terduga dengan berbagai cara, mengklarifikasi dan mengidentifikasi perhatian orang lain dalam menghadapi situasi serupa. (3) Exporation (eksplorasi), yaitu mencari makna ke resolusi, atau cara dalam menjelaskan pertentangan untuk mengurangi konflik kognisi, mendorong seseorang untuk mencari maksud/arti, menyelidiki cara pikir dan bertindak, (4) Development alternative perspective (mengembangkan alternatif perspektif), yaitu mengembangkan cara pikir baru yang membantu seseorang menyesuaikan kepada peristiwa yang tidak diharapkan. Transisi ini melibatkan suatu usaha untuk mengurangi ketidaksesuaian dalam hidup seseorang, dan (5) Integration (integrasi), yaitu menegosiasikan perspektif baru untuk menfasilitasi integrasi perubahan hidup seseorang, melibatkan pengintegrasian konflik kognisi secara internal atau eksternal untuk mencapai suatu resolusi.

Norris dan Ennis (dalam Euis,2007)) mengidentifikasi lima fase berpikir kritis, yaitu: (1) Elemetary clarification (klarifikasi tingkat rendah), yaitu memusatkan pencapaian klarifikasi umum suatu masalah melalui analis argumentasi, pertanyaan, atau jawaban, (2) Basic support (pendukung dasar), yaitu memutuskan sumber yang kredibel, membuat dan memutuskan hasil pengamatan sendiri; melibatkan informasi yang berbeda, kesimpulan yang diterima, dan latar belakang pengetahuan. (3) Inference (kesimpulan), yaitu membuat dan memutuskan kesimpulan secara induktif dan deduktif, (4) Advanced clarification (klarifikasi tingkat tinggi), yaitu membentuk dan mendefinisikan terminologi, memutuskan dan mengevaluasi definisi, menentukan konteks definisi berdasarkan alas an yang tepat, dan (5) Strategi and tactics (strategi dan cara-cara), yaitu berinteraksi dengan orang lain untuk memutuskan tindakan yang sesuai; mendefinisikan masalah, menaksir kemungkinan solusi dan mengkonstruksi alternative solusi; monitoring keseluruhan proses pengambilan keputusan.

Bullen (dalam Euis,2007)) mengidentifikasi empat fase berpikir kritis, yaitu: (1) Clarification (klarifikasi), yaitu menilai/memahami sifat alami pada poin-poin pandangan yang berbeda pada isu, dilema, atau masalah. (2) Assessing evidence (menilai fakta), yaitu memutuskan kredibilitas sumber, menaksir bukti untuk mendukung kesimpulan; menetapkan dasar menarik kesimpulan. (3) Making and judging inference (membuat dan menarik kesimpulan), yaitu menduga secara induktif dan deduktif, dan menilai keputusan; pengambilan keputusan dengan pertimbangan bukti yang cukup untuk mendukung argumentasi, dan (4) Using appropriate strategies and tactics (menggunakan strategi dan cara-cara yang tepat), yaitu menggunakan heuristik atau strategi untuk mengarahkan pikiran dalam proses pencapai kesimpulan, membuat suatu keputusan, atau pemecahan suatu masalah secara efektif.

Garnisun, Anderson, dan Archer (dalam Euis,2007)) membagi empat fase berpikir kritis, yaitu: (1) Trigger event (cepat tanggap terhadap peristiwa), yaitu mengidentifikasi atau mengenali suatu isu, masalah, dilemma dari pengalaman seseorang, yang diucapkan instruktur, atau pelajar lain, (2) Exporation (eksplorasi), memikirkan ide personal dan sosial dalam rangka membuat persiapan keputusan, (3) Integration (integrasi), yaitu mengkonstruksi maksud/arti dari gagasan, dan mengintegrasikan informasi relevan yang telah ditetapkan pada tahap sebelumnya, dan (4) Resolution (mengulangi penyelesaian), yaitu mengusulkan solusi secara hipotetis, atau menerapkan solusi secara langsung kepada isu, dilema, atau masalah serta menguji gagasan dan hipotesis.

Berdasarkan fase-fase berpikir kritis yang di kemukakan oleh ahli tersebut, terlihat bahwa pada fase pertama memiliki kesamaan arti walaupun menggunakan istilah yang berbeda, trigger event (Broofield ; Garnisun, Anderson, dan Archer), dan klarifikasi (Norris dan Ennis, Bullen). Pada prinsipnya fase ini merupakan proses memahami suatu isu, masalah, dilemma dari berbagai sumber. Pada fase kedua, memiliki kesamaan arti walaupun menggunakan istilah yang berbeda, yaitu appraisal (Broofield), klarifikasi dasar (Norris dan Ennis), assessing evidence (Bullen), dan eksplorasi (Garnisun, Anderson, Archer). Pada prinsipnya fase ini merupakan proses merencanakan solusi suatu isu, masalah, dilemma dari berbagai sumber. Pada fase ketiga eksplorasi (Broofield), menarik kesimpulan (Norris dan Ennis), fase keempat menarik kesimpulan (Bullen), dan integrasi (Garnisun, Anderson, Archer) memiliki arti yang sama, yaitu menerapkan rencana yang telah dikonstruksi pada fase sebelumnya. Dalam menerapkan rencana, tidak cukup dengan menemukan solusi tetapi pengembangan soludi lebih mendalam seperti fase keempat mengembangkan alternative perspektif (Broofield) dan klarifikasi tingkat tinggi (Norris dan Ennis). Selanjutnya fase kelima intergrasi (Broofield), strategi dan cara-cara (Norris dan Ennis; Bullen), dan resolusi (Garnisun, Anderson, Archer) memiliki arti yang sama, yaitu memeriksa kembali solusi yang telah dikerjakan, termasuk mengembangkan strategi alternatif solusi lainnya.

Berpikir kritis dalam belajar matematika merupakan suatu proses kognitif atau tindakan mental dalam usaha memperoleh pengetahuan matematika berdasarkan penalaran matematika. Penalaran matematika Sumarmo (dalam Euis,2007)) meliputi menarik kesimpulan logis; memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan; memperkirakan jawaban dan proses solusi; menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematika; menarik analogi dan generalisasi; menyusun dan menguji konjektur; memberikan lawan contoh (counter example); mengikuti aturan inferensi; memeriksa validitas argumen; menyusun argumen yang valid; menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung dan menggunakan induksi matematika.

Berpikir kritis matematik meliputi kemampuan untuk bereaksi terhadap masalah matematika dengan membedakan pendapat dan fakta, kesimpulan dan pertimbangan, argumentasi induktif dan deduktif, serta objektif dan subjektif. Selanjutnya kemampuan untuk membuat pertanyaan, mengkonstruksi dan mengenali struktur argumentasi, alasan-alasan yang mendukung argumentasi; mendefinisikan, menganalisis, dan memikirkan solusi permasalahan; menyederhanakan, mengorganisasi, mengklasifikasi, menghubungkan, dan menganalisis masalah matematika; mengintegrasikan informasi dan melihat hubungannya untuk menarik kesimpulan; selanjutnya memeriksa kelayakan kesimpulan, menerapkan pengetahuan dan pemahaman yang diperoleh ke permasalahan matematika yang baru.

Dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis, membutuh strategi-trategi tertentu. Fisher (dalam Euis,2007)) menguraikan tiga jenis strategi berpikir kritis yang saling bergantung, yaitu (1) Strategi afektif adalah kemampuan untuk berpikir bebas dari yang lain. Ini termasuk mengambil pandangan orang lain; (2) Kemampuan makro adalah kemampuan untuk memanfaatkan, dan mempunyai pemahaman mekanis atau ketrampilan lain yang sedang digunakan untuk sembarang tugas, dan (3) Keterampilan mikro adalah menekankan belajar bagaimana cara untuk bertanya, kapan untuk bertanya, dan apa yang akan ditanyakan ; dan belajar bagaimana cara memberi alasan, kapan untuk memberikan alasan, apa metoda yang digunakan.

Selanjutnya Fisher menekankan pada indikator keterampilan berpikir kritis yang penting meliputi:
a. Mengatakan kebenaran pertanyaan/pernyataan
b. Menganalisis pertanyaan/pernyataan
c. Berpikir logis
d. Mengurutkan, misalnya secara temporal, secara logis, secara sebab-akibat
e. Mengklasifikasi, misalnya gagasan-gagasan, objek-objek
f. Memutuskan, misalnya apakah cukup bukti
g. Memprediksi (termasuk membenarkan prediksi)
h. Berteori
i. Memahami orang lain dan dirinya

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan maka kemampuan berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah terdiri atas lima fase, yaitu memicu kejadian (Trigger event), eksplorasi, menarik kesimpulan, klarifikasi, dan resolusi. Trigger event, yaitu kemampuan mengidentifikasi kelengkapan premis suatu pernyataan, konsep-konsep yang dibutuhkan dalam membuktikan suatu pernyataan. Eksplorasi, yaitu kemampuan mengkonstruksi makna/arti, menyelidiki ide matematika. Menarik kesimpulan yaitu kemampuan membuat dan memutuskan ide matematika secara induktif atau deduktif. Klarifikasi, yaitu kemampuan mengevaluasi dan menjelaskan, menentukan konteks ide matematik. Resolusi, yaitu kemampuan mengusulkan/memperbaiki langkah-langkah bukti suatu pernyataan matematika.
Kemampuan berpikir kritis dapat terlatih bila kemampuan itu diterapkan dalam situasi diskusi di kelas yang membahas konsep matematika tertentu. Dalam diskusi tersebut antar siswa beradu argumentasi secara rasional. Jika dalam proses pembelajaran seorang guru selalu berupaya melatih siswanya untuk berpikir kritis maka out-put pembelajaran menghasilkan siswa-siswa pemikir kritis yang baik. Baked (2004) mengemukakan lima komponen dalam berpikir kritis yang baik, yaitu (1) Skillful (terampil), menerapkan ketrampilan dalam bentuk proses berpikir, (2) Responsible (dapat dipertanggungjawabkan), berpikir kritis merupakan tindakan publik, bukan tindakan pribadi. Argumentasi yang dikemukakan berperan untuk suatu diskursus, (3) Berdasarkan kriteria untuk membuat keputusan, seorang pemikir kritis yang baik berpikir dengan tegas mengapa dia menarik kesimpulannya dan memeriksa penalaran untuk kesimpulannya. Dengan demikian seorang pemikir kritis tidak hanya melihat apa yang dipertimbangkan tetapi ia juga melihat mengapa kita mengambil kesimpulan tersebut, (4) Mengembangkan presentasi yang sensitif ke konteks, respek terhadap cara-cara di dalam bidang tertentu dan disesuaikan dengan kesimpulan di dalam bidang tersebut, dan (5) Self-correcting (koreksi diri), seorang pemikir kritis yang baik secara konstan berusaha untuk meningkatkan berpikirnya, seperti memonitor proses berpikir, menggunakan umpan balik, dan internalisasi kemampuan kritik.

Sumber : Euis Eti Rohaeti (Tesis)

* JADILAH YANG TERBAIK

* Andaikata anda tidak mungkin menjadi pucuk cemara di puncak bukit sana.

* Jadilah saja perdu di lembah,perdu yang terbaik di sisi bukit.

* Biarkanlah jadi belukar bila tak mungkin jadi pohon.

* Andai tak mungkin jadi perdu,jadilah rumput hiasi jalan raya

* Bila tak mungkin tumbuhan rambat sedap ,Jadilah serat berguna,

* Tetapi serat terkuat di tepi danau.

* Tidak semua kita jadi nahkoda.Siapakah yang akan menjadi awak ?

* Setiap orang mempunyai peran.Ada tugas besar, ada tugas kecil.

* Tugas kita masing-masing adalah yang utama

* Bila tak mungkin jalan tol,jadilah anda jalan setapak.

* Bila tak mungkin mentari,jadilah anda bintang.

* Berhasil atau gagal bukan ukuran.

* Apapun jua jadilah yang terbaik

Douglas Malloch

* ORANG YANG UNGGUL BERPIKIR TENTANG KEBAJIKAN,SEDANGKAN ORANG YANG LEMAH BERPIKIR KENYAMANAN HIDUP.

Confusius

* SETIAP ORANG ITU BODOH ,HANYA DALAM HAL YANG BERBEDA.

Will Rogers

* PERTEMUAN

* Jabat tangan sahabat

* Kepadamu kuucap selamat Dan beribu maaf

* Kupinta atas setiap dosa.

* Jabat tangan sahabat Kepadamu kuucap selamat

* Mari kita catat pada masing-masing dada

* Bahwa pertemuan pernah hadir diantara kita.

* Jabat tangan sahabat

* Kepadamu kuucap selamat

* Kenang daku di hatimu

* Seperti aku ingat akan dirimu.

* Jabat tangan sahabat

* Kepadamu kuucap selamat

* Dan bersama semilirnya angin malam

* Kepadamu kusampaikan salam penuh hormat,sayang dan kerinduan.


PROFIL PENGURUS SMPN 9 CIMAHI

KEPALA SEKOLAH

WAKIL KEPALA SEKOLAH

PKS Urusan Manajemen Peningkatan Mutu 1

PKS Urusan Manajemen Peningkatan Mutu 2

PKS Urusan Manajemen Kurikulum 1

PKS Urusan Manajemen Kurikulum 2

PKS Urusan Manajemen Penelitian dan Pengembangan

PKS Urusan Manajemen Kesiswaan 1

PKS Urusan Manajemen Kesiswaan 2

PKS Urusan Manajemen Sarana Prasarana 1

PKS Urusan Manajemen Sarana Prasarana 2

PKS Urusan Manajemen Hubungan Masyarakat 1

PKS Urusan Manajemen Hubungan Masyarakat 2

PKS Urusan Manajemen Sistem Informasi Sekolah 1

PKS Urusan Manajemen Sistem Informasi Sekolah 2

Koordinator BP/BK

Tugas Pokok dan Fungsi Personil