PERSOALAN kejujuran dan sportivitas tampaknya sudah mulai luntur pada diri bangsa ini. Meskipun bukan jaminan mutlak dan mampu mewakili subtansi sportivitas yang dimaksud, akan tetapi fakta buruk perihal kecurangan yang dilakukan onum dunia pendidikan kita dalam pelaksanaan ujian akhir nasional (Unas) telah membuka mata kusut kita semua.
Profesi dan visi guru yang begitu mulia, ternyata mudah sekali luntur oleh pengaruh kekhawatiran ketidaklulusan peserta didik. Padahal, kita semua tahu bahwa tujuan pendidikan adalah membangun mental serta kemampuan manusia yang brilian. Namun bila dalam prosesnya terjadi keculasan, tentu hasilnya kelak tidak sesuai harapan. Ironisnya lagi, bila hal tersebut menjadi ’tradisi’ sehingga akan merusak nilai-nilai luhur pendidikan mulai akar hingga ujuang buahnya.
Fenomena dan aroma kurang sedap tentang kecurangan, korupsi, maupun kejahatan terstruktur di negeri ini sudah tak lagi bisa disembunyikan. Oleh sebab itu, perlu segera dicarikan solusi yang tepat sebagai serum pengobat ini semua. Rana pendidikan yang semula selalu agung di bawah tangan-tangan kejujuran, kini pun telah ternoda. Guru yang identik dengan keluhuran penuh keikhlasan, sekarang terbawa arus dengan berani memalsu demi tujuan lolos sertifikasi portofolio.
Alhasil, sudah sedimikian parahnya penyakit negeri ini hingga vaksin yang semula diharapkan terperlihara di tangan para guru, akhirnya goyah dan terhanyut pula dalam arus yang sama. Namun tak pernah ada kata terlambat. Bahkan masih banyak kesempatan bagi kita yang berdiri di jalur pendidikan untuk memperbaiki diri. Caranya bagaimana? Kita kembali kepada keluhuran, kejujuran, dan niat yang mengendepankan etika dan moral di atas segalanya.
Itulah sejatinya obat yang selama ini kita nantikan, tapi masih saja kita cari alasan untuk mengulangi kesalahan serupa. Lantas, sampai kapan bangsa ini bisa bangkit dari keterpurukan, bila pelitanya (baca: guru) mengenyampingkan itu semua. Mari kita mulai selangkah lebih baik dari yang telah mampu kita perbuat sebelumnya. (edukasi)
Sumber : tabloid edukasi 03
0 komentar:
Posting Komentar